Jumat, 21 Desember 2012

Apatis, Mahasiswa dan Organisasi


Indonesia terletak pada tempat yang begitu strategis, terletak diantara dua benua dan dua samudra yang membentang luas, ” bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu “ mungkin ini hanyalah sepenggal kalimat dalam lirik lagu KOES PLUS namun pada dasarnya demikianlah keadaan Indonesia yang sebenarnya. Di sisi lain Indonesia juga terletak sebagai simpang jalur perdagangan dunia, hal tersebut dibuktikan dengan berstatus sebagai negeri kepulauan yang terbentang dari sabang sampai merauke Indonesia menyimpan berbagai macam kekayaan alam yang ada didalam perut ataupun didasar lautnya baik itu kekayaan hayati maupun kekayaan tambang, oleh karena itu negeri ini selalu  mendapat tempat tersendiri di mata dunia. Sebagai sebuah negara dalam tahap berkembang pun Indonesia tidak akan pernah luput dari berbagai jenis persoalan dalam perjalanannya sebagai sebuah bangsa dan negara, hal tersebut diperparah lagi dengan jumlah laju penduduk yang tak terkendali sehingga menjadi beban tersendiri bagi pemimpin negeri ini untuk mensejahterakan rakyatnya. Oleh karenanya, perubahan tidak lagi hanya menjadi bagian dari sekelompok orang tertentu yang merasa penting untuk melakukan perubahan, namun perubahan sudah menjadi bagian tuntutan zaman agar bangsa ini lebih baik dari hari hari sebelumnya. Patut disayangkan jika yang terjadi pada bangsa yang kita cintai ini hanya perubahan yang berujung pada kemerosotan moral, perubahan yang sudah tidak lagi mencerminkan bentuk keberagaman yang kita miliki.
Ketersediaan pemimpin yang baik untuk sebuah negara sangat tergantung pada keadaan pemuda dan pemudinya, mahasiswa sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat itu sendiri adalah kaum intelektual muda yang tersedia dengan berbagai keunggulan. Hal ini mengharuskan mahasiswa mampu mengimplementasikan keseluruhan ilmunya dalam kehidupan bermasyarakat ataupun berperan sebagai pencetus ide sekaligus menjadi pelaku dari ide itu sendiri yang secara tidak lansung akan sangat berpengaruh positif pada perubahan moral, budaya dan sistem bangsa ini ke arah yang lebih baik. Dengan demikian sudah sepatutnya jika sebutan sebagai“ agent of change and agent of control “ tidak hanya menjadi gelar yang diberikan kepada seorang pahlawan kesiangan akan tetapi harus benar benar dipahami dan dimaknai oleh mahasiswa dalam usahanya untuk ikut berpartisipasi serta mengawasi segala sesuatu yang terjadi disekitarnya. Untuk berada pada tingkatan ini memang tidak akan secara instant terjadi saat kita menyandang status sebagai seorang mahasiawa disebuah perguruan tinggi, ada berbagai macam faktor pendukung yang memampukan kita untuk berada pada tingkatan ini, salah satu diantaranya organisasi kemahasiswaan eksternal kampus. Keberadaan organisasi kemahasiswaan diluar kampus sudah pasti mempunyai daya tarik tersendiri bagi mahasiswa ditengah menumpuknya berbagai tugas kuliah dan semakin besarnya tuntutan dari orang tua untuk segera menyelesaikan kuliahnya.
Dari berbagai macam jenis oraganisasi kemahasiswaan basis ektra kampus, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia ( GMKI ) adalah salahsatu diantaranya. Jika kita mencoba “ flash back” semangat berdirinya gerakan ini adalah agar menjadi suatu pusat sekolah latihan (leershcool) dari pada orang orang yang mau bertanggung jawab atas segala sesuatu yang mengenai kepentingan dan kebaikan dari pada negara dan bangsa indonesia, namun dalam perjalanannya GMKI sebagai organisasi kemahasiswaan berbasis pengkaderan pun tidak akan pernah lepas dari berbagai persoalan, hal tersebut dapat dibuktikan melalui laporan pertanggungjawaban kepengurusan yang lebih banyak tampil dengan alasan klasik yaitu persoalan kader baik itu secara kualitas maupun secara kuantitas. Minat mahasiswa untuk berorganisasi setiap tahun mulai menurun serta sikap pragmatis yang melanda mahasiswa masa kini dengan tidak mampu meletakkan dirinya pada posisi yang ideal, terkadang menjadi alasan yang cukup relevan jika berkaca pada pola dan perilaku mahasiswa sekarang ini. Namun dengan peran kita sebagai “ agent of change and agent of control “, apa jadinya bangsa ini jika mahasiswanya sudah tidak mampu kritis lagi, sudah tidak kritis tak berharga pula.
Hal yang membedakan antara sekolah dan dunia kampus adalah bahwa di dunia kemahasiswaan kita diberikan kebebasan yang seluas luasnya untuk berkreasi, oleh karena sudah sepantasnya ada perhatian serius dalam hal ini agar dikemudian hari GMKI tidak lagi muncul dengan terjebak pada persoalan klasik tadi. Sehingga dari beberapa pembicaraan dengan sesama kader dengan berbagai jenjang, saya sebagai seorang kader GMKI yang di terima secara sah sebagai anggota pada tahun 2009 mencermati ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat mahasiswa untuk berorganisasi.
1.     Hedonisme, pergeseran pola hidup serta pergaulan secara umum sudah merasuk muda mudi Indonesia, mahasiswa pun tidak lepas dari hal tersebut. Sehingga untuk sekarang ini tidaklah tepat secara universal mahasiswa disebut sebagai kaum intelektual, hedonisme telah merubah kebiasaan mahasiswa yang dulunya memiliki kebiasaan untuk duduk bersama dan diskusi menjadi mahasiswa pencinta minuman keras, obat obatan serta pencinta lokalisasi. Benar jika dikatakan peregseran ini telah menjadi bagian dari arus globalisasi yang sangat susah untuk dibendung. Untuk itu sudah seharusnya GMKI muncul sebagai wadah untuk memberikan ruang serta menampung minat dan bakat yang mampu memberikan kesibukan bagi mereka agar terhindar dari berbagai perilaku menyimpang yang tidak seharusnya. Hal tersebut dapat dimulai dengan melaksanakan kegiatan kegiatan yang tidak ada dibangku kuliah. Contohnya bisa melalui pertandingan sepak bola, futsal, volly ataupun melakukan bakti sosial ( baksos ).
2.     Image kader terdahulu, tidak bisa kita pungkiri bahwa salah satu alasan yang muncul di benak calon anggota baru bahwa berorganisasi hanya akan memberikan dampak negatif pada prestasi akademiknya, tentunya hal ini akan sangat bertolak belakang dengan harapan orangtuanya yang mengaharapkan anaknya untuk terus berprestasi dibangku kuliah. Sehingga dengan demikian akan muncul kesimpulan sepihak bahwa dengan terlibat organisasi hanya akan memperlambat waktu kelulusannya. Oleh karena itu diperlukan syarat yang bersifat mengikat bagi calon pengurus GMKI untuk meminimalisir pandangan seperti ini, dan untuk memulainya perlu diberlakukan standar indeks prestasi akademik serta SKS dalam jumlah tertentu sebagai syarat menjadi pengurus.
3.     Image publik, Memang benar jika demonstrasi merupakan salah satu ekspresi ketidakpuasan yang muncul terhadap sebuah kebijakan yang juga dapat dilakukan oleh setiap warga negara dan bukan hanya mahasiswa. Dengan pemberitaan media massa yang berlebih, sudah menjadi sebuah hal yang pantas didapat bahwa image organisasi kemahasiswaan hanya akan memperkaya diri dengan bakat demonstrasi serta banyak menyusahkan masyarakat ( pemblokiran jalan, aksi rusuh, dll ), ini juga berpengaruh lansung kepada keputusan orangtua mahasiswa untuk melarang anaknya berorganisasi. Hal tersebut semakin diperparah lagi dengan munculnya berbagai organisasi kemahasiswaan yang telah mengikhlaskan dirinya diperkosa oleh kepentingan politik. Oleh karena itu, sangat diperlukan perhatian badan pengurus dalam menghadapi hal ini agar berdemonstrasi tidak hanya sekedar ikut ikutan namun harus benar benar menguasai wacana yang ada.
Dengan demikian jika hal tersebut diatas selama ini masih belum mendapatkan perhatian lebih oleh Badan Pengurus, maka tidak perlu heran berlebih juga jika mahasiswa lebih memilih apatis daripada menjadi seorang yang bersikap kritis atau organisatoris sebab dalam hal ini GMKI akan dipandang bukan sesuatu yang dibanggakan.

Tinggilah Iman kita;
Tinggilah Ilmu kita;
Tinggilah Pengabdian kita;
UT OMNES UNUM SINT
Syalom.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syalom...