Kamis, 19 September 2013

Dosa di Desa

Pembangunan yang dilaksanakan selama hampir tiga dekade dalam konteks otonomi daerah ternyata belum mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama yang berdiam di daerah pedesaan. Terjadinya kesenjangan antara daerah pedesaan dan perkotaan disebabkan karena bias dan distorsi pembangunan yang lebih banyak berpihak kepada ekonomi perkotaan. Akibatnya adalah timbul desa-desa yang miskin dan terkebelakang. Desa seharusnya tidak boleh dipandang sebagai hal yang keberadaannya lebih rendah atau tidak sama dengan perkotaan, disisi lain karena desa merupakan lambung perekonimian kota tapi desa karena juga merupakan tempat bermukimnya setengah bagian lebih penduduk Indonesia.
Pemberdayaan desa yang selama ini dicanangkan oleh pemerintah tak ubahnya memberikan permen kepada seorang bayi yang sedang menangis. Dalam artian bahwa program-program berbasis pedesaan yang sudah dijalankan sama sekali tidak menjawab atau tidak memberikan solusi terhadap persoalan yang dihadapi oleh desa, akan tetapi program-program tersebut dikemas sedemikian rupa sehingga terlihat menarik bagi ‘orang desa’ dan tentunya menutup kesempatan bagi mereka untuk berontak sekalipun itu adalah hal yang tidak adil.
Desa sebagai wilayah administratif terkecil dibawah kecamatan tidak diatur dalam UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN No. 25 Tahun 2004), hal ini memberikan kita sebuah pemahaman bahwa desa merupakan hal yang telah didisentralisasikan oleh pemerintah kepada pemerintah daerah.  Akan tetapi realitas otonomi daerah seolah menjadi legitimasi bagi kepala daerah yang sedang berkuasa agar hanya pandai dalam tataran makro saja tanpa perlu memperhatikan hal-hal kecil lain yang dibawah sekalipun itu berperan vital terhadap kebijakan makro yang ia janjikan selama proses kampanye. Hal ini tercermin dari sistem pemerintahan desa terkhususnya dalam era otonomi daerah sekarang ini, bahwa siapa saja boleh menjadi kepala desa asal sudah ‘sejalan’ dengan kepala daerah sehingga tua-tua adat pun berlomba-lomba menjadi kepala desa sekalipun hanya mengantongi ijazah SLTP sebagai syarat dasar bakal calon kepala desa. Dalam hal ini ada beberapa yang terlepas dari perhatian apatur pemerintah yang secara sektoral memiliki garis komando dan juga koordinasi dengan desa. Pertama, desa merupakan sumbernya demokrasi, sumbernya kearifan lokal dan juga sebagai sumber pangan, oleh karenanya kapasitas kepala desa harus benar-benar diperhatikan agar berbagai daerah pedesaan dapat siuman akan potensi dan sumber daya yang dimilikinya. Kedua, para tokoh adat tidak dapat diplot menjadi seorang kepala desa, tokoh adat hanya berkapasitas tentang adat dan jika dipaksakan menjadi kepala desa atas dasar kepentingan Mr. X yang ada diatasnya, maka masyarakat desa tentunya akan kehilangan panutan serta berpotensi menimbulkan konflik horizontal dan vertikal secara liar dalam kehidupan masyakat.
Dibutuhkan sebuah kebijakan bijak jika kita telah sepakat bahwa pembangunan yang baik harus dimulai dari bawah. Desaharus segera dibenahi agar pelaksanaan otonomi tidak hanya sekedar isapan jempol belaka.



Adhy Pabala

Rabu, 18 September 2013

Politik dan Pencitraan

Seorang filsuf berkebangsaan Jerman Friedrich Nietzhe pernah berucap “Tuhan telah mati”. Kini dalam nada yang hampir sama, Anas Urbaningrum yang naik ke podium dan mengucap “pencitraan telah mati”. Anas memang tidak mengucapkan itu secara verbal, namun secara tersirat, “sang pangeran biru” itu pastinya tidak akan menyangkalnya. Pencitraan disini adalah pola kampanye yang hanya mengandalkan kampanye udara tanpa pernah menjejakkan kaki ke tanah. Kemenangan Anas, sekaligus membuktikan bahwa suara arus bawah tidak goyah dikepung oleh iklan-iklan politik. Rival terberatnya adalah Marzuki Ali, senior dan sekaligus ketua DPR. Namun, sekali lagi, faktor senioritas juga tidak mampu membendung laju kemenangan Anas Urbaningrum. Anas Urbaningrum (AU), dalam putaran kedua pemilihan ketum Partai Demokrat ini, berhasil mengumpulkan 280 suara.
Keberadaan Andi Malaranggeng sebagai calon ketua umum yang digadang-gadang mendapat dukungan lansung dari ketua pembina partai demokrat Susilo Bambang Yudhoyono pun tidak dapat berbuat banyak menghadapi ‘gempuran’ Anas Urbaningrum dalam perbutan kursi ketua umum.  Cerita kemanangan Anas Urbaningrum dalam kongres partai demokrat yang berlansung di kota kembang tersebut seolah memberikan gambaran kepada kita bahwa, jika ingin berhasil di dunia politik maka tidak cukup dengan upaya pencitraan saja. Setiap calon harus turun ke daerah, mendatangi konstituennya, berdialog dan menanam persepsi yang sama tentang visi dan misinya. 
Jean Baudrillard, filsuf dan pakar komunikasi Perancis mengatakan bahwa, media merupakan agen simulasi (peniruan) yang mampu memproduksi kenyataan (realitas) buatan, bahkan tidak memiliki rujukan sama sekali dalam kehidupan kita. Teori Baudrillard mungkin masuk akal jika dihubungkan pada banyaknya iklan-iklan di televisi, radio, dan media cetak menampilkan tokoh-tokoh dengan bendera satu partai politik di belakangnya. Para tokoh politik memproduksi kenyataan buatan bermuatan politis agar mendapatkan dukungan di setiap pemilihan umum baik legislatif maupun eksekutif. Proses dramatisasi ditunjukkan dengan mengangkat tema besar yang sensitif dan populer di hadapan pemilih agar mendapatkan simpati.
Indonesia kini berada dalam detik-detik tahun Pemilu dan tentunya media sudah sangat ramai dengan iklan para elit politik yang sibuk menyampaikan serta memperbincangkan kapasitasnya yang kemudian akan dipilih lansung oleh rakyat. Satu hal yang harus selalu diingat oleh para elit adalah kenyataan bahwa rakyat Indonesia bukanlah segerombolan orang bodoh yang bisa terbuai dengan janji manis diatas podium kampanye, dan kenyataan lain bahwa membunuh seekor nyamuk tidak perlu gunakan bom nuklir.

Adhy Pabala

Minggu, 30 Juni 2013

Apa itu Idealisme bagi Mahasiswa ?

Manusia dalam berinteraksi selalu menampilkan beragam cara untuk menampakkan eksistensinya, bahkan dalam proses berpikir sekali pun. Sangat sukar untuk diduga apa yang hendak dilakukan oleh manusia karena keseluruhan interaksinya selalu dipenuhi dengan kejutan dan hal-hal tak terduga lainnya yang tentunya menarik. Mahasiswa yang juga adalah manusia, masyarakat dan warga negara juga tidak pernah bisa lepas dari polarisasi interaksi seperti ini. Dengan pola interaksi semacam ini, akhirnya melahirkan beberapa istilah baru dan keren ketika didengar, diantaranya adalah idealis, oportunis, apatis serta pragmatis. Akan tetapi karena tulisan ini hanya menjadi refleksi saya sebagai mahasiswa maka idealis lebih banyak saya garis bawahi, karena hal ini erat kaitannya dengan mahasiswa.
Memang tidak mudah untuk memberikan uraian yang jelas terhadap tulisan saya ini, mengingat judulnya berbentuk kalimat tanya. Apa itu idealisme ? artinya, dengan memberikan tanda tanya (?) seperti ini, ada serangkaian persoalan yang harus dijawab secara objektif sehingga tidak melahirkan sensitivitas yang tidak mengenakkan perasaan. Misalkan seorang dosen yang sangat marah sekali jika ada mahasiswanya terlambat sepuluh menit, maka dosen tersebut barangkali berpaham idealis, atau idealisme akan tetapi dengan sikap dosen seperti ini tetap saja dapat melahirkan perasaan tidak enak kepada mahasiswa tersebut karena tidak melihat alasan logis yang menyebabkan mahasiswa terlambat.

Dalam hal ini, ada banyak mahasiswa yang tidak sadar dengan wataknya dalam kehidupan sehari-hari, apakah ia termasuk orang yang idealis, oportunis, apatis atau pragmatis. Walau pun dalam kesempatan yang berbeda ia akan terlibat dalam perdebatan sengit untuk ‘membenarkan’ watak kesehariannya tersebut. Menjadi mahasiswa yang pragmatis, bagi saya bukanlah pilihan yang tepat bagi mahasiswa zaman sekarang, karena tidak semua hal yang menyakut dengan kebutuhan kita sebagai mahsiswa bisa di’siasati’ hanya dengan menaruh harapan yang besar pada kurikulum yang diberlakukan oleh kampus, percayalah ini hanyalah harapan semu. Sebagai Mahasiswa, adakalanya kita harus berkorban untuk mengembalikan kebenaran pada posisinya yang telah banyak disalah gunakan, dan itu tidak banyak terdapat dalam kampus. Bukan kita mendapat sebutan Agent of change ?
Selanjutnya secara makna kata, apatis adalah istilah psikologis untuk keadaan ketidakpedulian, di mana seorang individu tidak menanggapi rangsangan kehidupan emosional, sosial atau fisik. Sedangkan opurtunis adalah sikap tidak ingin berpihak kemana pun, kecuali untuk hal yang menguntungkan bagi dirinya. Biasanya orang oportunis lebih mementingkan diri sendiri sehingga terlihat egois dan tidak suka bekerjasama dengan orang lain. Dapat kita bayangkan jika mahasiswa memiliki karakter seperti ini !?, Mahasiswa tidak bisa berdiam diri terhadap persoalan yang ada disekitarnya yang menyangkut dengan kepentingan orang banyak, dan kembali lagi bahwa mahasiswa itu adalah pelopor perubahan atau agent of change.
Mahasiswa telah disepakati atau juga dianggap sebagai kaum idealis karena dengan idealisnya tersebut, mahasiswa telah banyak memberikan dampak positif dalam mendongkrak kemajuan bangsa. Tetapi satu catatan tebal disini mahasiswa dengan idealisme yang dimaksud bukanlah mahasiswa yang mempunyai idealisme ngawur dan menerobos nilai-nilai kehidupan yang ada. Tidak dibenarkan sekali untuk idealisme yang seperti ini, dengan menganggap yang benar menjadi benar dan yang salah menjadi benar. Dengan seperti itu maka tidak akan ada lagi kebenaran yang sesungguhnya karena kedua belah pihak menganggap dirinya paling benar sendiri satu sama lainnya. Berangkat dari pemahaman bahwa Idealisme adalah suatu keyakinan atas suatu hal yang dianggap benar oleh individu yang bersangkutan dengan bersumber dari pengalaman, pendidikan, kultur budaya dan kebiasaan, maka mahasiswa yang idealis adalah mahasiswa yang mampu memerankan peran positif diwaktu dan tempat ia berada dengan berpegang pada keyakinan yang dimilikinya.
Berdasarkan pada uraian tentang idealisme di atas, akhirnya muncul pertanyaan dalam benak kita bahwa ‘mungkinkah seorang Mahasiswa dengan idealisme yang begitu keras dapat bertahan ?, Apakah dalam memperjuangkan kebenaran tidak membutuhkan ‘ongkos’ ?’. Mungkin dari kaum Mahasiswa Idealis mempunyai jawaban atau tidak argumentasi yang relevan untuk dijadikan jawaban bahwa menjadi idealis merupakan pilihan mutlak bagi mahasiswa. Akan tetapi bagi saya (mahasiswa juga) dengan bersikap idealis secara berlebihan merupakan sesuatu yang mustahil, dan akan terlihat konyol ketika kita beranggapan bahwa dengan berpegang pada kebenaran yang kita miliki yang disertai dengan perjuangan maka kita akan merubah keadaan secara keseluruhan. Yang semestinya adalah sikap realistis terhadap keadaan yang dihadapi seraya melakukan perubahan berkelanjutan, tapi tidak berarti bahwa menjadi opurtunis, apatis dan pragmatis menjadi pilihan yang wajar. Kembali lagi, saya katakan bahwa keberadaan sebuah sistem yang telah diciptakan oleh alam pikir manusia telah menjadi tembok besar yang menghadang dan susah untuk diruntuhkan, oleh karena itu diperlukan sebuah sikap realistis untuk menjinakkan kembali sistem yang telah diciptakan oleh manusia sehingga tidak liar dalam menentukan tingkah laku manusia.


Penulis adalah Mahasiswa FISIP smester VI, Universitas Warmadewa-Denpasar.




Rabu, 09 Januari 2013

Harapan Johanes Leimena Untuk GMKI

Kutipan pidato Johannes Leimena saat pembentukan GMKI berbunyi sebagai berikut:

“Tindakan ini adalah suatu tindakan historis bagi dunia mahasiswa umumnya dan masyarakat Kristen khususnya. GMKI menjadilah pelopor dari semua kebaktian yang akan dan mungkin harus dilakukan di Indonesia. GMKI jadilah suatu pusat, tempat latihan, dari mereka yang bersedia bertanggung jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan dan kebaikan negara dan bangsa Indonesia. GMKI bukan merupakan suatu gessellschaft, tetapi ia adalah suatu gemeinschaft, persekutuan dalam Kristus Tuhannya. Dengan demikian ia berakar baik dalam gereja maupun dalam nusa dan bangsa Indonesia. Sebagai suatu bagian daripada iman dan roh, ia berdiri ditengah-tengah dua proklamasi: Proklamasi Kemerdekaan Nasional, dan Proklamasi Tuhan Yesus Kristus dengan InjilNya, yaitu Injil Kehidupan, Kematian dan Kebangkitan” 


Dari kata demi kata dalam pidato tersebut, paling tidak terkandung berbagai makna berwujud harapan bagi kedirian atau eksistensi GMKI. Berefleksi dari teks pidato Oom Jo dan Konstitusi GMKI dihubungkan dengan konteks kekinian eksistensi GMKI maka paling tidak ada 5 hal yang perlu menjadi bahan refleksi bagi civitas gerakan. 

Pertama, “Tindakan ini adalah suatu tindakan historis bagi dunia mahasiswa umumnya dan masyarakat Kristen khususnya.....” 
Tindakan pendirian GMKI sebagai hasil peleburan dua organisasi yaituChristelijke Studenten Vereeniging op Java (CSV) dan Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKI) memang merupakan suatu tindakan historis bagi mahasiswa dan masyarakat Kristen. Karena GMKI berdiri bukan berdasarkan keinginan semata tetapi berdasarkan kebutuhan (need) di masa itu, baik kebutuhan mahasiswa maupun komunitas Kristen bahkan kebutuhan Bangsa Indonesia. Paling tidak kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan mahasiswa akan adanya organisasi pelayanan mahasiswa dan adanya wadah yangmengorganisir partisipasi mahasiswa Kristen, kebutuhan masyarakat Kristen terhadap adanya lembaga oikumenis ditengah perkembangan pluralitas dalam komunitas Kristen serta kebutuhan Bangsa akan partisipasi umat Kristen termasuk mahasiswa dalam perjuangan pergerakan nasional di masa itu. Dari nilai historis ini makaAnggaran Dasar GMKI menyebut tiga sifat dari organisasi ini yaitu: sifat kemahasiswaan, sifat ke-Kristenan dan sifat ke-Indonesiaan. Ditempatkannya sifat kemahasiswaan di tempat pertama, memang disengaja dalam frame pemahaman bahwa kehadiran GMKI memang pertama-tama untuk mahasiswa, sebagailembaga yang melayani mahasiswa sebagaimana tujuan GMKI yang pertama (AD GMKI pasal 3) yaitu: Mengajak mahasiswa dan warga perguruan tinggi lainnya kepada pengenalan akan Yesus Kristus selaku Tuhan dan Penebus dan memperdalam iman dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. 

Kedua, GMKI menjadilah pelopor dari semua kebaktian yang akan dan mungkin harus dilakukan di Indonesia.

Pelopor dalamsemua kebaktian yang dimaksudkan disini adalah kebaktian dalam pengertian yang lebih luas (holistik), bukan dalam pengertian yang sempit sebagai kebaktianatau ibadah berwujud penyembahan kepada Tuhan belaka (worship).Kebaktian memang sering digunakan dalam tatabahasa kita sebagai ibadah (pemujaan) atau kalau bisa saya bahasakan sebagai ibadah dalam arti sempit. Dalam pengertian yang lebih luas, GMKI memahami bahwa kebaktian atau pelayanan GMKI mencakup totalitas hidup gerakan. Segala aktifitas gerakan yang bersifat horizontal adalah kebaktian kepada Tuhan sebagai wujud hubungan vertikal dengan Sang Kepala Gerakan.Visi mewujudkan syaloom Allah berwujud keadilan, kebenaran, perdamaian, cinta kasih dan keutuhan ciptaancukup menggambarkan hal ini. 

Ketiga, GMKI jadilah suatu pusat, tempat latihan, dari mereka yang bersedia bertanggung jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan dan kebaikan negara dan bangsa Indonesia. 

Ungkapan ini menjadi spirit gerakan sehingga dalam eksistensinya GMKIdikenal sebagai gerakan pengkaderan untuk menciptakan kader GMKI yang tinggi iman, tinggi ilmu dan tinggi pengabdian. Sejak dulu GMKI justru banyak dikenal karena kursus-kursus kader sebagai salah satu program utama GMKI. Dan program pengkaderan dalam organisasi GMKI sendiri dinilai berhasil untuk jangka waktu tertentu dengan indikatornya adalah kualifikasi luaran (output) yakni para kader GMKI (senior members / friends) yang terdistribusi di tiga medan layanan. 

Keempat, GMKI bukan merupakan suatu gessellschaft, tetapi ia adalah suatu gemeinschaft, persekutuan dalam Kristus Tuhannya. 

Gessellschaft dalam kosa kata Belanda –berdasarkan komunikasi penulis dengan senior dr. A.A.A. Lengkong-adalah suatu pola hubungan yang dapat dikatakan longgar dan mudah lepas, wujudnya seperti asosiasi atau aliansi yang dapat dikatakan bersifat sementara. Dalam artian tidak ada ikatan yang kuat antara factor yang berasosiasi. Sedangkan gemeinschaft adalah persekutuan yang punya ikatan erat bukan seperti asosiasi yang dapat lepas, persekutuan seharusnya tidak bisalepas antara factor-faktor yang bersekutu. Ungkapan ini mau menunjukan hubungan GMKI dengan Tuhannya sebagai suatu persekutuan yang ikatannya sangat kuat. Dapat dikatakan ini merupakan pernyataan iman GMKI bahwa GMKI percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan konsekwensinya sebagai suatu persekutuan maka GMKI tidak boleh melepaskan diri dari Tuhannya. Jika hal tersebut terjadi maka akibatnya fatal bagi GMKI. 

Kelima, Dengan demikian ia berakar baik dalam gereja maupun dalam nusa dan bangsa Indonesia. Sebagai suatu bagian daripada iman dan roh, ia berdiri ditengah-tengah dua proklamasi: Proklamasi Kemerdekaan Nasional, dan Proklamasi Tuhan Yesus Kristus dengan InjilNya, yaitu Injil Kehidupan, Kematian dan Kebangkitan” 


Hal ini mau merefleksikan bahwa GMKI hadir untuk Gereja dan Negara. Bukanlah tabu bagi GMKI untuk bicara tentang problematika ekonomi, politik, socialdan budaya bangsa. Karena itulah juga panggilannya dan bagian dari motivasi dasar pendirian GMKI.

Pentingnya pendidikan politik menghadapi politik identitas menuju hajatan demokrasi 2013 dan 2014


Jika bicara tentang demokrasi di negeri ini, tentunya pikiran kita akan lansung terpola pada satu kata yang bernama 'kebebasam'. Ya, memang hal tersebut tidak salah karena pada hakekatnya "demokrasi secara lansung" dipahami sebagai 'kebebasan' berada ditangan rakyat untuk menyatakan pendapat dan memberikan suara terkait lahirnya sebuiah keputusan. Akan tetapi, bagaimana jika kebebasan tersebut menjadi kebablasan yang hanya akan melahirkan jatuhnya banyak korban jiwa, mengancam keutuhan Bangsa dan Negara?. Hal tersebut semakin diperparah dengan status Bangsa ini yang berdiri dari berbagai keberagaman suku, ras, agama, budaya, dan lain sebagainya yang mempermudah untuk memantik lahirnya sebuah peristiwa bernama konflik.
Sebagai salah satu contoh adalah isu presiden dari Jawa versus luar Jawa, partai Nasionalis versus partai Religius bahkan upaya untuk mengharamkan golput pun menjadi isu yang mudah dimaikan oleh para elit yang pandai dan gemar melakukan politik identitas. Hal tersebut juga tidak akan terlepas dari berbagai perilaku calon wakil rakyat yang sedang berusaha merebut kursi legislatif, mereka dengan mudahnya mengobrak-abrik berbagai cara untuk memuluskan ambisi pribadinya sehingga politik yang penuh intrik dan cenderung licik pun dipraktekkan. Biarkan yang lain meradang asalkan diriku menang, mungkin begitulah yang ada dipemikiran mereka akibatnya bukan hanya saling sikut elit antar partai yang terjadi tetapi saling sikut elit dalam satu partai pun tidak akan terelakkan.
Tentunya kita sepakat jika yang namanya kompetisi itu pasti ada yang menang dan ada yang kalah tapi tidak berarti bahwa yang menang harus membusungkan dada dan yang kalah harus memendam dendam berkepanjangan yang berujung pada tarik menarik kepentingan nantinya.
Untuk itu disinilah peran aktif dari Bawaslu, Panwaslu, KPU, MK, dan berbagai institusi penegak hukum lainnya diharapkan keberanian dan ketegasannya untuk menegakkan keadilan serta menindak tegas para elit politik yang telah keluar dari rel perpolitikan. Di sisi lain masih ada puhak sebenarnya yang dianggap mampu untuk memberantas politik identitas, mereka adalah pemuka agama atau pemuka masyarakat, hal tersebut didasarkan pada perilaku masyarakat Indonesia yang kelihatannya lebih patuh pada pemuka agama atau masyarakat ketimbang patuh pada aparat pemerintah sebab mereka beranggapan bahwa pemuka agama dan masyarakat adalah perpanjangan tangan Tuhan. Ironisnya, para pemuka agama dan masyarakat pun sudah tidak lagi bebas dari belenggu intrik para elit, mereka sudah sangat mudah untuk dimanfaatkan oleh elit guna memuluskan ambisi pribadinya tadi.
Sehingga setegas dan semahir apapun para penegak hukum dan konstitusi dalam menjalankan perannya, secerdik dan selicik apapun para elit dalam memanfaatkan para pemuka agama dan masyarakat, mungkin tidak akan berpengaruh jika masyarakat kita telah cerdas dan cermat dalam memilih.
Pertanyaannya, sudah secerdas apa masyarakat Indonesia dalam menghadapi hajatan demokrasi 2013 dan 2014 ? Jangankan tingkat kecerdasan masyarakat awam, tingkat kecerdasan para elitpun masih harus dipertanyakan karena masih terlihat kekanak-kanakan. Sebagai bukti, politik uang, politik diskriminasi, serta menggunakan isu kedaerahan, agama, suku, ras masih sering digunakan untuk memenangkan perlombaan.

Jelas, politik identitas masih ada di sekitar kita. Lantas, masihkah kita membiarkan terus  menyandera kebebasan kita dalam berdemokrasi ?

Salam :)

Minggu, 30 Desember 2012

PO (PERATURAN ORGANISASI)


PERATURAN ORGANISASI
GERAKAN MAHASISWA KRISTEN INDONESIA

Pasal 1
KETENTUAN UMUM
1.     Pengertian tentang Peraturan Organisasi GMKI adalah suatu peraturan yang mengatur serta mengikat semua anggota dan alat perlengkapan oraganisasi termasuk mekanisme kerjanya yang belum diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga GMKI dan Keputusan Kongres.
2.     Fungsi Peraturan Organisasi GMKI adalah untuk memberikan keseragaman interpretasi terhadap konstitusi organisasi. Sehingga terwujud pemerataan tindak kerja seluruh aparat organisasi. Sesuai dengan aturan-aturan dalam konstitusi organisasi.

Pasal 2
KEANGGOTAAN
1.     Anggota Biasa :
a.     Anggota Biasa diterima oleh Badan Pengurus Cabang melalui Masa Perkenalan.
b.     Anggota Biasa yang diterima ialah mereka yang mengikuti acara Masa perkenalan yang kriterianya diatur oleh Badan Pengurus Cabang.
c.     Anggota Biasa yang diterima diwajibkan untuk menandatangani formulir kesediaan menjadi anggota GMKI dengan menerima Visi dan Misi serta bersedia menjalankan Usaha Organisasi.
d.     Pada Kondisi Cabang yang tidak memungkinkan melaksanakan Masa Perkenalan Pengurus Pusat dapat mengambil peran dalam proses penerimaan anggota biasa.
e.     Anggota Biasa dapat pindah dan diterima di Cabang GMKI lain dengan menunjukkan surat keterangan pindah dari Cabang asal.
2.     Anggota Luar Biasa :
a.     Bekas Anggota Biasa otomatis menjadi Anggota Luar Biasa.
b.     Bekas Mahasiswa dan mahasiswa yang tidak memenuhi syarat anggota Biasa dapat mengajukan permohonan tertulis untuk menjadi anggota Luar Biasa GMKI kepada Badang Pengurus Cabang, dan penerimaannya diputuskan oleh Badan Pengurus Cabang.
c.     Anggota Luar Biasa yang pindah dapat dihubungi atau memberitahukan kepada Badan Pengurus Cabang terdekat.
3.     Anggota Kehormatan :
a.     Ketentuan untuk menjadi Anggota Kehormatan GMKI adalah Warga Negara Indonesia. Tokoh Nasional dan/atau tokoh Gerejawi serta mempunyai andil yang besar dalam perjuangan untuk menegakkan Visi, Misi dan Eksistensi GMKI.
b.     Pengusulan Anggota Kehormatan diusulkan oleh Badan Pengurus Cabang secara tertulis kepada Pengurus Pusat untuk dipelajari dan dibahas dalam persidangan Pengurus Pusat dan kemudian dilaporkan kepada Kongres.
4.     Anggota Penyokong :
a.     Anggota Penyokong GMKI tidak pernah menjadi anggota biasa GMKI.
b.     Anggota Penyokong dalam memberikan bantuan sifatnya tidak mengikat organisasi.
c.     Apabila dalam tiga kali jadwal yang sudah ditentukan. Anggota Penyokong tidak memberikan bantuannya kepada organisasi tanpa alasan yang jelas maka Badan Pengurus Cabang dapat membebaskan status keanggotaannya.
5.     Daftar Anggota :
a.     Daftar Anggota yang wajib diserahkan Badan Pengurus Cabang kepada Pengurus Pusat adalah Daftar Anggota, yang sekurang-kurangnya menjelaskan tentang nama anggota, status kemahasiswaan (asal perguruan tinggi, jurusan/departemen dan fakultas) dan tahun penerimaannya sebagai anggota GMKI.
b.     Apabila dalam waktu tiga bulan sebelum Kongres, Badan Pengurus Cabang tidak menyerahkan daftar anggotanya, maka Pengurus Pusat dapat memutuskan jumlah utusan Cabang untuk menghadiri Kongres.

Pasal 3
PENGURUS PUSAT
1.     Pengurus Pusat Bertugas mempersiapkan Kongres dengan tahapan sebagai berikut :
a.     Membentuk dan Melantik Panitia Nasional Kongres GMKI.
b.     Menyampaikan waktu pelaksanaan Kongres dan batas waktu penyampaian daftar anggota kepada Cabang-Cabang selambat-lambatnya empat bulan sebelum Kongres.
c.     Menetapkan jumlah utusan Cabang yang akan menghadiri Kongres.
d.     Memanggil Cabang untuk menghadiri Kongres. Selambat-lambatnya dua bulan sebelum Kongres.
e.     Mempersiapkan rancangan-rancangan yang diperlukan untuk pelaksanaan Kongres.
f.      Mempersiapkan Laporan Umum Pengurus Pusat.
g.     Membuka Persidangan Kongres.
h.     Memimpin Pemilihan Majelis Ketua berdasarkan Tata Cara Pemilihan Majelis Ketua yang ditetapkan Kongres sebelumnya.
2.     Anggota GMKI yang menghadiri Kongres tapi bukan utusan Cabang dapat ditetapkan oleh Pengurus Pusat sebagai undangan dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
3.     Serah Terima Pengurus Pusat dilaksanakan selengkap-lengkapnya termasuk inventarisasi kekayaan organisasi. 

Pasal 4
KONPERENSI CABANG
1.     Konperensi Cabang berlangsung sekurang-kurangnya satu kali dalam dua tahun.
2.     Pelaksanaan Konperensi Cabang :
a.     Badan Pengurus Cabang mengundang anggota untuk mendaftarkan diri sebagai peserta Konperensi Cabang selambat-lambatnya satu bulan sebelum Konperensi Cabang.
b.     Jumlah peserta sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah peserta yang mendaftarkan diri.  Dan jumlah peserta yang hadir sekurang-kurangnya dua puluh lima orang.
c.     Pendaftaran ditutup selambat-lambatnya sebelum pengesahan Konperensi Cabang.
3.     Pelaksanakaan Konperensi Cabang yang memiliki Komisariat adalah sebagai berikut :
a.     Konperensi Cabang berlangsung atas panggilan Badan Pengurus Cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota biasa yang disalurkan dan disetujui Pengurus Komisariat.
b.     Badan Pengurus Cabang mengundang Komisariat untuk mendaftarkan diri sebagai peserta Konperensi Cabang.
c.     Konperensi Cabang berlangsung Sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya setengah ditambah satu jumlah komisariat. Dan sekurang-kurangnya setengah ditambah satu jumlah utusan komisariat.
d.     Ketentuan tentang kehadiran anggota sebagai perwakilan tiap komisariat atau utusan komisariat dalam Konperensi Cabang diatur oleh Cabang yang bersangkutan.
e.     Pendaftaran bagi komisariat ditutup selambat-lambatnya sebelum pengesahan Konperensi Cabang.
4.     Perubahan masa kerja kepengurusan:
a.     Perubahan masa kerja kepengurusan harus melalui proses pengkajian yang mendalam terhadap kondisi obyektif  cabang oleh Badan Pengurus Cabang dan disampaikan kepada anggota atau komisariat selambat-lambatnya satu bulan sebelum konperensi cabang.
b.     Keputusan pengesahan perubahan masa kerja kepengurusan harus disepakati 2/3 jumlah peserta konperensi cabang.
5.     Persidangan Konperensi Cabang :
a.     Badan Pengurus Cabang membuka Persidangan Konperensi Cabang dan memimpin pemilihan Majelis Ketua.
b.     Konperensi Cabang dipimpin oleh Majelis Ketua yang terdiri dari unsur Badan Pengurus Cabang dan peserta yang dipilih oleh Konperensi Cabang.
c.     Unsur Badan Pengurus Cabang ditunjuk oleh Badan Pengurus Cabang dan ditetapkan oleh Konperensi Cabang.
6.     Konperensi Cabang berlangsung atas permintaan anggota/komisariat apabila :
a.     Badan Pengurus Cabang dalam menjalankan usaha-usaha organisasi telah menyimpang dari asas, visi dan misi organisasi.
b.     Badan Pengurus Cabang telah menimpang dari keputusan Kongres, Keputusan Pengurus Pusat dan Keputusan Konperensi Cabang.
7.     Konperensi Cabang atas permintaan anggota/komisariat ditentukan oleh Pengurus Pusat

Pasal 5
BADAN PENGURUS CABANG
1.     Badan Pengurus Cabang mempersiapkan tugas-tugas Konperensi Cabang dan menetapkan waktu pelaksanaan Konperensi Cabang.
2.     Pelantikan dan serah terima Badan Pengurus Cabang :
a.     Badan Pengurus Cabang dilantik oleh Pengurus Pusat, atau mandataris yang ditunjuk oleh Pengurus Pusat.
b.     Naskah serah terima ditulis diatas kertas bermeterai dan ditandatangani oleh Badan Pengurus Cabang Demisioner. Badan Pengurus Cabang terpilih, dan Pengurus Pusat sebagai saksi
c.     Badan Pengurus Demisioner tetap bertanggung jawab sampai dilakukan serah terima.
3.     Pergantian antar waktu Fungsionaris Badang Pengurus Cabang :
a.     Pergantian antar waktu fungsionaris Badan Pengurus Cabang termasuk penanggung jawab Badan Pengurus Cabang dapat dilakukan apabila yang bersangkutan meninggal dunia atau berhalangan tetap, mengundurkan diri,  kurang aktif atau melanggar aturan organisasi dan disampaikan kepada Pengurus Pusat.
b.     Pergantian antar waktu Fungsionaris Badan Pengurus Cabang harus atas persetujuan Pengurus Pusat.
c.     Calon pengganti fungsionaris Badan Pengurus Cabang diusulkan oleh Badan Pengurus Cabang kepada Pengurus Pusat untuk dipelajari, dipertimbangkan dan diputuskan.
d.     Usulan pergantian antar waktu harus disertai dengan data-data/kronologis yang terjadi sehingga Badan Pengurus Cabang perlu untuk mengusulkan pergantian antar waktu.
e.     Apabila Pengurus Pusat memutuskan untuk tidak menerima pergantian fungsionaris Badan Pengurus Cabang tersebut, maka fungsionaris tersebut masih sah sebagai Badan Pengurus Cabang.
4.     Rangkap Jabatan :
a.     Seluruh Fungsionaris Badan Pengurus Cabang tidak diperkenankan rangkap jabatan didalam organisasi.
b.     Penanggung jawab Cabang tidak diperkenankan rangkap jabatan diluar organisasi.
5.     Masa Kerja Badan Pengurus Cabang terhitung mulai tanggal berakhirnya pelaksanaan Konperensi Cabang.
6.     Pengurus Pusat dapat menunjuk “CareTaker” Badan Pengurus Cabang apabila :
a.     Kalender Konstitusi telah berakhir sedang Konperensi Cabang belum dilaksanakan.
b.     Badan Pengurus Cabang menyimpang dari asas, visi dan misi organisasi, dari Keputusan Kongres, Keputusan Pengurus Pusat,  dan Keputusan Konperensi Cabang.
7.     Badan Pengurus Cabang hanya diperkenankan mengeluarkan sikap dan pernyataan keluar meliputi ruang lingkup lokal Medan Pelayanannya yang tidak bertentangan dengan kebijakan organisasi dan harus dilaporkan kepada Pengurus Pusat.

Pasal 6
PEMBENTUKAN DAN PEMBUBARAN CABANG
1.     Pembentukan Cabang harus mempertimbangkan keberadaan Perguruan Tinggi dan kondisi masyarakat disekitarnya yang mendukung eksistensi Cabang.
2.     Apabila ada kesediaan mahasiswa disuatu kota untuk menjadi anggota GMKI tetapi sulit didirikan Cabang GMKI, maka mahasiswa tersebut dapat diterima menjadi anggota GMKI dari Cabang terdekat dan menjadi bagian dari Cabang yang menerimanya.
3.     Pembentukan dan pembubaran Cabang diberitahukan kepada pihak Gereja dan Pemerintah Daerah setempat.

Pasal 7
KOMISARIAT
1.     Dalam rangka memudahkan koordinasi terhadap anggota, Badan Pengurus Cabang dapat membentuk Komisariat sebagai alat pembinaan dan pelayanan yang membantu Badan Pengurus Cabang.
2.     Pembentukan Komisariat dapat berdasarkan pengelompokan tempat kuliah dan/atau berdasarkan pengelompokan wilayah serta tempat tinggal.
3.     Pemberian nama Komisariat ditentukan sendiri oleh komisariat yang bersangkutan atau bersama-sama dengan Badan Pengurus Cabang.
4.     Pengurus Komisariat dilantik dan disahkan oleh Badan Pengurus Cabang.
5.     Pengurus Komisariat tidak dapat mewakili organisasi keluar.
6.     Pengurus Komisariat tidak diperkenankan menerima anggota.
7.     Persyaratan lain tentang pembentukan, pembubaran dan mekanisme kerja Pengurus Komisariat diatur oleh Cabang yang bersangkutan.



Pasal 8
LAMBANG DAN MARS
1.     Lambang yang dapat digunakan sesuai dengan Anggaran Rumah Tangga GMKI Pasal 10 baik dalam jenis, bentuk, ukuran, gambar, bahan dan warna.
2.     Lambang organisasi digunakan dalam upacara resmi yang bersifat umum, terdiri dari :
a.     Upacara resmi bersifat umum intern organisasi, yaitu upacara peringatan hari Proklamasi dan hari-hari nasional lainnya.
b.     Upacara resmi bersifat umum ekstern organisasi, yaitu upacara diluar organisasi yang dihadiri oleh GMKI.
3.     Lambang organisasi digunakan dalam upacara resmi yang bersifat khusus organisasi, yaitu :
a.     Upacara Dies Natalis
b.     Upacara Pembukaan dan/atau Penutupan Program GMKI.
c.      Upacara Pelantikan atau Serah Terima.
4.     Kedudukan lambang organisasi GMKI dalam upacara resmi bersifat umum ekstern organisasi harus setara dengan kedudukan lambang organisasi lain yang sederajat.
5.     Bendera organisasi ditempatkan disebelah kiri bendera nasional.
6.     Panji organisasi ditempatkan di depan mimbar diantara bendera GMKI dan bendera nasional.
7.     Pada waktu menyanyikan Mars GMKI semua hadirin diwajibkan untuk berdiri dalam sikap sempurna.  

Pasal 9
MEKANISME PROTOKOLER
1.     Mekanisme Protokoler digunakan dalam upacara-upacara resmi.
2.     Tata urutan upacara resmi yang bersifat umum intern organisasi adalah sebagai berikut :
a.     Kebaktian
b.     Upacara Nasional yang terdiri dari  menyanyi lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Mengheningkan Cipta (berdiri).
c.     Upacara organisasi yang terdiri dari :
·        Menyanyikan Lagu Mars GMKI (berdiri)
·        Pembacaaan Pembukaan Anggaran Dasar GMKI (duduk)
d.     Sambutan-sambutan
e.     Penutup
3.     Tata urutan upaca resmi yang bersifat khusus organisasi adalah sebagai berikut :
a.     Kebaktian
b.     Upacara Nasional yang terdiri dari  menyanyi lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Mengheningkan Cipta (berdiri).
c.     Upacara organisasi yang terdiri dari :
·        Menyanyikan Lagu Mars GMKI (berdiri)
·        Pembacaaan Pembukaan Anggaran Dasar GMKI (duduk)
d.     Acara khusus Organisasi.
e.     Pidato
f.      Sambutan-sambutan
g.     Penutup
4.     Upacara resmi organisasi diawali dengan prosesi.

Pasal 10
HAL MEWAKILI ORGANISASI
1.     Pengurus Pusat mewakili organisasi dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi/lembaga/instansi lain ditingkat Nasional dan Internasional yang mengundang GMKI.
2.     Mewakili organisasi dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi/lembaga/instansi lain setinggi-tingginya setaraf daerah provinsi yang mengundang GMKI, adalah Koordinator Wilayah dan atau Badan Pengurus Cabang dibawah koordinasi unsur Pengurus Pusat diwilayah.
3.     Bila dalan suatu daerah provinsi atau daerah kabupaten/kotamadya terdapat lebih dari satu Cabang GMKI maka semua Cabang di daerah tersebut mempunyai status dan hak yang sama  untuk mewakili organisasi dibawah koordinasi unsur Pengurus Pusat di wilayah. 

Pasal 11
P  E  N  U  T  U  P
Hal – Hal yang belum diatur dalam Peraturan Organisasi ini, akan diatur dalam keputusan-keputusan Pengurus Pusat yang lain, Keputusan Konperensi Cabang dan Keputusan Badan Pengurus Cabang.



 PENJELASAN
PERATURAN ORGANISASI
GERAKAN MAHASISWA KRISTEN INDONESIA


I.      U M U M
Bahwa Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga GMKI sebagai ketentuan hukum dan tingkat keputusan organisasi tertinggi mendasari seluruh cara kerja anggota maupun alat-alat perlengkapan organisasi dan seluruh tingkat keputusan organisasi dari keputusan kongres, keputusan Pengurus Pusat, keputusan Konperensi Cabang sampai pada keputusan Badan Pengurus Cabang.
Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga GMKI mengatur hal-hal pokok dan mendasar dalam kehidupan organisasi, baik itu tentang Kelembagaan organisasi dan Keanggotaan maupun hubungan antara kelembagaan dengan anggota. Namun dalam praktek kegiatan organisasi sering terjadi berbagai masalah yang tidak semua pemecahannya dapat diselesaikan hanya berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga GMKI saja. Kondisi yang demikian dapat mengakibatkan kesenjangan pemahaman pelaksanaan program dalam rangka usaha-usaha organisasi untuk mencapai visi dan misinya.
Pada dasarnya kemungkinan terjadinya masalah-masalah tersebut sudah diantisipasi oleh Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga GMKI yang membuka peluang bagi penyusunan peraturan yang lebih terperinci. Bagian akhir Anggaran Rumah Tangga GMKI (Pasal 12) memberikan kemungkinan bagi tingkat keputusan yang lebih rendah (Pasar 11) untuk mengatur hal-hal yang belum tercantum dalam konstitusi tersebut. Selanjutnya beberapa bagian penjelasan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga GMKI menghendaki adanya suatu Peraturan Organisasi yang mengatur hal-hal yang belum jelas tercantum dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga GMKI.
Peraturan Organisasi (PO) GMKI ini mengatur berbagai hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga GMKI tetapi sering terjadi dalam praktek kehidupan organisasi. Berdasarkan amandemen Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga GMKI pada Kongres XXIX di Pematang Siantar, sehingga perlu dilakukan beberapa perubahan terhadap Peraturan Organisasi.
Penetapan Peraturan Organisasi ini memiliki landasan yuridis :
1.     Pasal 11 Anggaran Rumah Tangga GMKI
2.     Pasal 12 Anggaran Rumah Tangga GMKI
3.     Penjelasan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga GMKI
4.     Keputusan Kongres XXIX Nomor : 009/K-XXIX/GMKI/XII/2004 tentang Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga GMKI.
5.     Keputusan Kongres XXIX Nomor : 011/K-XXIX/GMKI/XII/2004 tentang Garis-garis Besar Program Organisasi dan Kebijakan Umum Organisasi  2004-2006.

Sistematika Peraturan Organisasi terdiri dari pasal-pasal yang terdiri dari penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal. Penjelasan ini adalah bagian integral dari Peraturan Organisasi. Judul pasal-pasal dalam Peraturan Organsiasi ini diambil dari beberapa judul pasal yang terdapat dalam  AD/ART GMKI yang memerlukan pengaturan lebih lanjut dan ditambah dengan beberapa pasal lain yang perlu. Yaitu :
1.     Ketentuan Umum ( pasal 1 ).
2.     Komisariat ( pasal 7 ).
3.     Mekanisme Protokoler ( pasal 9 ).
4.     Hal mewakili Organisasi ( pasal 10 ).

Fungsi dan tujuan Peraturan Organisasi adalah mewujudkan keseragaman pemahaman terhadap konstitusi dan mewujudkan pemerataan tindak kerja seluruh aparat organisasi. Untuk mewujudkan fungsi dan tujuan tersebut perlu adanya partisipasi dan usaha dari seluruh aparat organisasi. Sejalan dengan itu perlu suatu kemauan dan tekad seluruh fungsionaris dan anggota untuk memahami dan melaksanakan konstitusi dengan sebaik-baiknya guna mempertahankan eksistensi GMKI dalam rangka menegakkan misi yang diemban organisasi ditengah-tengah medan pelayanan Gereja, Perguruan Tinggi dan Masyarakat.


II.    PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
KETENTUAN UMUM
1.     “Anggota” – Juncto AD Pasal 6 dan ART Pasal 2.
“Alat Perlengkapan Organisasi” – Juncto AD Pasal 7. Peraturan Organisasi ini adalah produk Pengurus Pusat melalui salah satu keputusannya.
2.     “Konstitusi Organisasi”  yaitu AD/ART GMKI
“Aparat Organisasi” dimaksud adalah seluruh pengurus (fungsionaris) dan anggota.

Pasal 2
KEANGGOTAAN
1.     a. Juncto ART Pasal 2 ayat 2.a.
b. “Kriteria” ditentukan oleh Badan Pengurus Cabang.
c. Kalimat “menerima visi dan misi serta bersedia menjalankan usaha organisasi” (Juncto AD Pasal 6 ayat 1) harus tercantum jelas dalam formulir kesediaan menjadi anggota biasa GMKI.
d. Ada dua jenis kondisi yang dimaksud, yaitu : (1) pada saat pembentukan Cabang baru, (2) pada saat pengaktifan Cabang yang sudah non aktif  tanpa kepengurusan yang jelas.
e. Jika syarat ini dipenuhi baru anggota GMKI yang pindah tersebut tidak perlu lagi mengikuti masa perkenalan.
2.     a. Juncto ART Pasal 2 Ayat 1.b.(1) kecuali diberlakukan ART Pasal 2 ayat 3. otomatis berarti  tanpa melalui permohonan atau prosedur apapun.
b. Juncto ART Pasal 2 ayat 1.b (2) dan ayat 2.b yang dimaksud syarat anggota biasa” – dalam ART Pasal 2 ayat 1.a
c. Telah jelas.
3.     a. Latar belakang yang dikehendaki untuk menjadi anggota kehormatan adalah warga negara Indonesia yang dikenal sabagai tokoh nasional (sebagai pejabat negara, politisi, cendekiawan dll) ada/atau tokoh Gereja. Kalau sebagai tokoh Gereja, minimal punya peran dalam pergerakan oikumenis Gereja – Gereja di Indonesia atau bahkan Internasional.
Dipilih orang yang tidak pernah menjadi anggota biasa GMKI. Karena disitulah justru penilaian terhadap organisasi (juncto ART Pasal 2 ayat 1.c). Sebab bagi mereka yang pernah menjadi anggota GMKI adalah wajar dan seharusnya menyatakan loyalitas dan dedikasi (memberikan jasanya) terhadap perjuangan gerakan ini agar visi dan misi yang diembannya dan eksistensi GMKI tetap tegak ditengah-tengah medan pelayanannya.
c. Pengusulan secara tertulis dimaksudkan untuk memberikan alasan-alasan pengajuan pengangkatan. Usulan dari Badan Pengurus Cabang akan dipelajari oleh Pengurus Pusat dengan kriteria yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat. Laporan tentang hal ini merupakan laporan Pengurus Pusat ke Kongres.
4.     a. Juncto ART Pasal 2 ayat 1.d dan ayat 2.d
b. Bantuan dari Anggota Penyokong dapat berupa dana atau materi lain yang diperlukan organisasi.
c. Jadwal pemberian bantuan ditentukan dan diatur atas kesepakatan bersama antara Badan Pengurus Cabang dengan Anggota Penyokong tersebut.
5.     a. Juncto ART Pasal 2 ayat 4
b. Juncto ART Pasal 3 ayat 3
Pasal 3
PENGURUS PUSAT
1.     a. Cabang yang telah dipilih menjadi tempat pelaksanaan Kongres melalui Badang Pengurus Cabangnya mengajukan komposisi Panitia Nasional yang terjadi dari unsur Senior Members/Friends dan Gereja untuk kemudian dilantik dan disahkan oleh Pengurus Pusat melalui Surat Keputusannya.
b. Rencana waktu pelaksanaan Kongres harus mempertimbangkan waktu selambat- lambatnya (juncto AD GMKI Pasal 7 ayat 2b).
a. Juncto ART GMKI Pasal 3 ayat 3.
b. Memanggil sekaligus menentukan jumlah utusan Cabang yang diundang untuk menghadiri Kongres berdasarkan jumlah anggota di Cabang. Waktu dua bulan berarti sudah melewati batas waktu penyerahan daftar anggota dan Pengurus Pusat sudah menentukan utusan tiap Cabang.
c. Telah Jelas
d. Telah Jelas
e. Telah Jelas
f.  Junco ART GMKI Pasal 3 ayat 4 dan Keputusan Konggres XXIX GMKI Nomor : 009/K-XXIX/GMKI/XII/2004 tentang Angaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga GMKI.
2.     Telah jelas
3.     Juncto ART GMKI Pasal 4 ayat 8.

Pasal 4
KONPERENSI CABANG
1.     Waktu Pelaksanaan Konperensi Cabang harus mempertimbangkan batas waktu selambat-lambatnya dua tahun (juncto AD GMKI Pasal 7 ayat 4.b). Sejak berakhirnya Konperensi Cabang sebelumnya.
2.     a. Pengurus Cabang Wajib mengundang seluruh anggota biasa.
b. Dua pertiga dari yang mendaftarkan diri adalah syarat Konperensi Cabang dapat berlangsung dan jumlah peserta yang hadir sekurang-kurangnya dua puluh lima orang.
c. Pendaftaran yang diterima adalah kesediaan untuk mengikuti Konperensi Cabang yang  ditandatangani langsung oleh anggota yang mendaftarkan diri.
3.     a. Utusan Komisariat harus menunjukkan mandat dari Komisariat yang bersangkutan.
b. Telah jelas
c.  Telah jelas
d. Telah jelas
e. Telah jelas
4.     a. Telah Jelas
b. Dalam menetapkan  masa kerja pengurus, perlu dibentuk satu komisi di Konperensi  Cabang untuk mengkaji secara obyektif kondisi dan sumber daya cabang, rancangan materinya dipersiapkan oleh Badan Pengurus Cabang.
5.     a. Telah jelas
b. Telah jelas
c.  Telah jelas
6.     Juncto AD GMKI Pasal 7 ayat 4.c.
a. Telah jelas.
b. Telah jelas.
7.     Telah jelas.

Pasal 5
BADAN PENGURUS CABANG
1.     “Tugas-tugas Konperensi Cabang” (juncto ART GMKI Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 6 ayat 4.b),  artinya  rancangan materi yang akan dibahas dalam Konperensi Cabang yang harus dipersiapkan oleh Badan Pengurus Cabang, atas dasar Garis Besar Kebijakan Organisasi secara Nasional dengan memperhatikan keberadaan Cabang yang bersangkutan.
2.     Juncto ART GMKI Pasal 6 ayat 3.b
a. Jika Pengurus Pusat tidak dapat hadir, maka Pengurus Pusat dapat memberikan mandat kepada salah seorang Senior Members/Friend atau Pimpinan Gereja/Pendeta untuk melantik Badan Pengurus Cabang tersebut berdasarkan Surat Keputusan Pelantikan yang sudah dikeluarkan oleh Pengurus Pusat beserta dengan surat penunjuk mandatnya.
b. Apabila Pengurus Pusat tidak hadir, maka saksi dapat diambil dari Senior Members/Friends. Pimpinan Gereja/Pendeta atau Pemerintah Daerah setempat. Mandataris Pengurus Pusat yang melantik dapat merangkap saksi. Jika ada Fungsionaris Badan Pengurus Cabang yang menandatangani unsur demisioner dan terpilih sekaligus, maka fungsionaris tersebut hanya diprioritaskan menandatangani unsur pilihan. Sedangkan bagiannya untuk unsur demisioner diwakili oleh fungsionaris lain sesuai dengan pembagian tugasnya. Misalnya Sekretaris demisioner juga adalah Ketua terpilih, maka ia hanya menandatangani bagian untuk Ketua terpilih. Sedangkan bagian Sekretaris demisioner diwakili fungsionaris lain yang ditunjuk.
“Serah terima” dilakukan dengan naskah tertulis yang menjelaskan panggilan kewenangan perdata dan kekayaan organisasi.
3.     a. Telah jelas
b. Telah jelas
c. Telah jelas
d. “Data-data” mencakup alasan-alasan pengunduran diri, pendekatan-pendekatan/surat peringatan yang diberikan Badan Pengurus Cabang kepada fungsionaris yang dianggap kurang aktif atau melakukan pelanggaran terhadap aturan-aturan organisasi.
e. Telah jelas
4.     a. Yang dimaksud jabatan “didalam organisasi” adalah jabatan dalam organisasi kecuali badan pembantu yang dibentuk Badan Pengurus Cabang atau Pengurus Pusat dan karena jabatannya sebagai Ex Offico.
b. Yang dimaksud “diluar organisasi” adalah seluruh organisasi kecuali jabatan fungsional gerejawi dan jabatan yang sama diorganisasi intra universiter.
5.     Masa kerja ini tetap berlaku walaupun terjadi pergantian antar waktu penanggung jawab Badan Pengurus Cabang (juncto AD GMKI Pasal 7 ayat 5.b dan PO pasal 5 ayat 3.a).
6.     Disebut Care Taker Badan Pengurus Cabang karena bukan dipilih Konperensi Cabang, tetapi ditunjuk oleh Pengurus Pusat untuk melaksanakan dan memegang fungsi Badan Pengurus Cabang penunjukan Care Taker bertujuan untuk meluruskan fungsi Badan Pengurus Cabang yang sebenarnya.
Dalam Surat Keputusan Penunjukan Care Taker Pengurus Pusat menentukan masa kerja (batas waktu tugas) dan tugas-tugas Badan Pengurus Cabang.
7.     Laporan kepada Pengurus Pusat harus lengkap termasuk mengenai isi sikap/pernyataan dan kepada siapa disampaikan. Ruang lingkup pelayanan tidak boleh lebih dari daerah provinsi (juncto PO Pasal 10).

Pasal 6
PEMBENTUKAN DAN PEMBUBARAN CABANG
1.     Dasar pertimbangan ini adalah untuk melengkapi persyaratan pembentukan Cabang  (juncto ART GMKI Pasal 8 ayat 2) demi eksistensi Cabang yang bersangkutan. Keberadaan suatu Perguruan Tinggi biasanya dilihat dari kemampuan status Perguruan Tinggi terpecah dalam lebih dari satu kota, maka dapat dibentuk pula lebih dari satu Cabang sesuai dengan kondisi lokasi Perguruan Tinggi tersebut. Karena itu tidak berarti bahwa kelompok anggota dalan suatu Perguruan Tinggi harus dihimpun dalam satu Cabang. Untuk melihat kondisi masyarakat dan dukungan gereja setempat maka dalam pembentukan suatu Cabang GMKI diperlukan “studi kelayakan pembentukan Cabang”  berdasarkan laporan Cabang terdekat dan/atau mereka yang ditugaskan oleh Pengurus Pusat.
2.     “Sulit” maksudnya kurang memenuhi syarat/ketentuan pembentukan Cabang. “Cabang  yang terdekat”  adalah Cabang yang dapat berhubungan lebih efektif dalam menerima anggota di Perguruan Tinggi yang bersangkutan baik dari segi komunikasi maupun georafi suatu Cabang GMKI dapat juga gabungan dari satu kota dengan daerah sekitarnya.
3.     Telah jelas.

Pasal 7
K O M I S A R I A T
1.     Dalam AD/ART GMKI alat perlengkapan organisasi yang paling rendah adalah Badan Pengurus Cabang. Tetapi apabila kondisi penyebaran tempat kuliah anggotanya sulit dilakukan oleh Badan Pengurus Cabang, maka Cabang dapat mengambil kebijaksanaan untuk membentuk Komisariat.
2.     Cabang yang membentuk komisariat bisa mengelompokkan komisariat dengan empat cara. Pertama Komisariat berdasarkan “tempat kuliah”. Kedua Komisariat berdasarkan “Wilayah” dimana terdapat satu atau lebih tempat kuliah. Ketiga Komisariat yang merupakan kombinasi antara keduanya. Keempat berdasarkan tempat tinggal anggota (juncto ART GMKI Pasal 8 ayat 2.a).
3.     Telah jelas.
4.     Pemilihan Pengurus Komisariat dapat dilaksanakan dengan cara musyawarah anggota komisariat atau penunjukkan oleh Badan Pengurus Cabang.
5.     Telah jelas
6.     Komisariat dapat menjadi pelaksana Masa Perkenalan tetapi yang bertanggung jawab terhadap proses penerimaan anggota tetap Badan Pengurus Cabang (juncto ART GMKI Pasal 2 ayat 1)
7.     Telah jelas

Pasal 8
LAMBANG DAN MARS
1.     Telah jelas
2.     a. Telah jelas
b. Lambang digunakan dengan atau tanpa bendera
3.     a. Telah jelas
b. Telah jelas
c. Berupa Pelantikan anggota. Serah terima Pengurus Pusat.
    Pelantikan dan serah terima Badan Pengurus Cabang, Pengurus Komisariat. Pelantikan Kepanitiaan dan komisi-komisi atau Badan Pembantu lainnya.
4.     “Setara” artinya dalam kedudukan yang sama.
“organisasi lain yang sederajat”, maksudnya Pengurus Pusat GMKI dengan organisasi lain yang bersifat/setingkat Nasional dan Badan Pengurus Cabang dengan organisasi lain yang bersifat dan setingkat Daerah.
5.     Dilihat dari pimpinan upacara
6.     Telah jelas
7.     Telah jelas

Pasal  9
MEKANISME PROTOKOLER
1.     “Resmi”  Juncto PO Pasal 8 ayat 3
2.     a. Telah jelas
b. Telah jelas
c. Telah jelas
d. Telah jelas
e. Telah jelas
3.     a. Telah jelas
b. Telah jelas
c. Telah jelas.
d. Juncto PO Pasal 8 ayat 3
e. “Pidato”  dalam upacara resmi yang bersifat khusus organisasi  (juncto PO Pasal 8 ayat 3) hanya disampaikan oleh Ketua Umum ditingkat Pengurus Pusat dan Ketua Cabang ditingkat Badan Pengurus Cabang untuk acara pembukaan Kongres/Konpercab, acara serah terima kepengurusan dan acara Dies Natalis. Untuk acara lainnya dapat bersifat “Sambutan”  yang disampaikan oleh Pengurus Pusat/Badan Pengurus Cabang atau yang mewakilinya.
f.  Telah jelas.
g. Telah jelas.
4.     Prosesi diikuti oleh :
a.     Upacara tingkat Nasional/Wilayah dipimpin oleh Pengurus Pusat dan bila hadir dapat diikuti oleh Pendeta dan/atau Pejabat Pemerintah.
b.     Upacara tingkat lokal, dipimpin oleh Badan Pengurus Cabang dan bila hadir dapat diikuti oleh Pendeta dan/atau pejabat Pemerintah Daerah serta Pengurus Pusat memimpin acara prosesi bila hadir.

Pasal 10
HAL MEWAKILI ORGANISASI
1.     Telah jelas
2.     Telah jelas
3.     Telah jelas

Pasal 11
P E N U T U P
Telah jelas













































Syalom...