Minggu, 30 Juni 2013

Apa itu Idealisme bagi Mahasiswa ?

Manusia dalam berinteraksi selalu menampilkan beragam cara untuk menampakkan eksistensinya, bahkan dalam proses berpikir sekali pun. Sangat sukar untuk diduga apa yang hendak dilakukan oleh manusia karena keseluruhan interaksinya selalu dipenuhi dengan kejutan dan hal-hal tak terduga lainnya yang tentunya menarik. Mahasiswa yang juga adalah manusia, masyarakat dan warga negara juga tidak pernah bisa lepas dari polarisasi interaksi seperti ini. Dengan pola interaksi semacam ini, akhirnya melahirkan beberapa istilah baru dan keren ketika didengar, diantaranya adalah idealis, oportunis, apatis serta pragmatis. Akan tetapi karena tulisan ini hanya menjadi refleksi saya sebagai mahasiswa maka idealis lebih banyak saya garis bawahi, karena hal ini erat kaitannya dengan mahasiswa.
Memang tidak mudah untuk memberikan uraian yang jelas terhadap tulisan saya ini, mengingat judulnya berbentuk kalimat tanya. Apa itu idealisme ? artinya, dengan memberikan tanda tanya (?) seperti ini, ada serangkaian persoalan yang harus dijawab secara objektif sehingga tidak melahirkan sensitivitas yang tidak mengenakkan perasaan. Misalkan seorang dosen yang sangat marah sekali jika ada mahasiswanya terlambat sepuluh menit, maka dosen tersebut barangkali berpaham idealis, atau idealisme akan tetapi dengan sikap dosen seperti ini tetap saja dapat melahirkan perasaan tidak enak kepada mahasiswa tersebut karena tidak melihat alasan logis yang menyebabkan mahasiswa terlambat.

Dalam hal ini, ada banyak mahasiswa yang tidak sadar dengan wataknya dalam kehidupan sehari-hari, apakah ia termasuk orang yang idealis, oportunis, apatis atau pragmatis. Walau pun dalam kesempatan yang berbeda ia akan terlibat dalam perdebatan sengit untuk ‘membenarkan’ watak kesehariannya tersebut. Menjadi mahasiswa yang pragmatis, bagi saya bukanlah pilihan yang tepat bagi mahasiswa zaman sekarang, karena tidak semua hal yang menyakut dengan kebutuhan kita sebagai mahsiswa bisa di’siasati’ hanya dengan menaruh harapan yang besar pada kurikulum yang diberlakukan oleh kampus, percayalah ini hanyalah harapan semu. Sebagai Mahasiswa, adakalanya kita harus berkorban untuk mengembalikan kebenaran pada posisinya yang telah banyak disalah gunakan, dan itu tidak banyak terdapat dalam kampus. Bukan kita mendapat sebutan Agent of change ?
Selanjutnya secara makna kata, apatis adalah istilah psikologis untuk keadaan ketidakpedulian, di mana seorang individu tidak menanggapi rangsangan kehidupan emosional, sosial atau fisik. Sedangkan opurtunis adalah sikap tidak ingin berpihak kemana pun, kecuali untuk hal yang menguntungkan bagi dirinya. Biasanya orang oportunis lebih mementingkan diri sendiri sehingga terlihat egois dan tidak suka bekerjasama dengan orang lain. Dapat kita bayangkan jika mahasiswa memiliki karakter seperti ini !?, Mahasiswa tidak bisa berdiam diri terhadap persoalan yang ada disekitarnya yang menyangkut dengan kepentingan orang banyak, dan kembali lagi bahwa mahasiswa itu adalah pelopor perubahan atau agent of change.
Mahasiswa telah disepakati atau juga dianggap sebagai kaum idealis karena dengan idealisnya tersebut, mahasiswa telah banyak memberikan dampak positif dalam mendongkrak kemajuan bangsa. Tetapi satu catatan tebal disini mahasiswa dengan idealisme yang dimaksud bukanlah mahasiswa yang mempunyai idealisme ngawur dan menerobos nilai-nilai kehidupan yang ada. Tidak dibenarkan sekali untuk idealisme yang seperti ini, dengan menganggap yang benar menjadi benar dan yang salah menjadi benar. Dengan seperti itu maka tidak akan ada lagi kebenaran yang sesungguhnya karena kedua belah pihak menganggap dirinya paling benar sendiri satu sama lainnya. Berangkat dari pemahaman bahwa Idealisme adalah suatu keyakinan atas suatu hal yang dianggap benar oleh individu yang bersangkutan dengan bersumber dari pengalaman, pendidikan, kultur budaya dan kebiasaan, maka mahasiswa yang idealis adalah mahasiswa yang mampu memerankan peran positif diwaktu dan tempat ia berada dengan berpegang pada keyakinan yang dimilikinya.
Berdasarkan pada uraian tentang idealisme di atas, akhirnya muncul pertanyaan dalam benak kita bahwa ‘mungkinkah seorang Mahasiswa dengan idealisme yang begitu keras dapat bertahan ?, Apakah dalam memperjuangkan kebenaran tidak membutuhkan ‘ongkos’ ?’. Mungkin dari kaum Mahasiswa Idealis mempunyai jawaban atau tidak argumentasi yang relevan untuk dijadikan jawaban bahwa menjadi idealis merupakan pilihan mutlak bagi mahasiswa. Akan tetapi bagi saya (mahasiswa juga) dengan bersikap idealis secara berlebihan merupakan sesuatu yang mustahil, dan akan terlihat konyol ketika kita beranggapan bahwa dengan berpegang pada kebenaran yang kita miliki yang disertai dengan perjuangan maka kita akan merubah keadaan secara keseluruhan. Yang semestinya adalah sikap realistis terhadap keadaan yang dihadapi seraya melakukan perubahan berkelanjutan, tapi tidak berarti bahwa menjadi opurtunis, apatis dan pragmatis menjadi pilihan yang wajar. Kembali lagi, saya katakan bahwa keberadaan sebuah sistem yang telah diciptakan oleh alam pikir manusia telah menjadi tembok besar yang menghadang dan susah untuk diruntuhkan, oleh karena itu diperlukan sebuah sikap realistis untuk menjinakkan kembali sistem yang telah diciptakan oleh manusia sehingga tidak liar dalam menentukan tingkah laku manusia.


Penulis adalah Mahasiswa FISIP smester VI, Universitas Warmadewa-Denpasar.




1 komentar:

  1. seorang idealis yang merubah fikirannya menjadi realistis pasti bukan seorang idealis melainkan oportunis :D

    BalasHapus

Syalom...