Manusia
dalam berinteraksi selalu menampilkan beragam cara untuk menampakkan
eksistensinya, bahkan dalam proses berpikir sekali pun. Sangat sukar untuk
diduga apa yang hendak dilakukan oleh manusia karena keseluruhan interaksinya
selalu dipenuhi dengan kejutan dan hal-hal tak terduga lainnya yang tentunya
menarik. Mahasiswa yang juga adalah manusia, masyarakat dan warga negara juga
tidak pernah bisa lepas dari polarisasi interaksi seperti ini. Dengan pola
interaksi semacam ini, akhirnya melahirkan beberapa istilah baru dan keren ketika didengar, diantaranya
adalah idealis, oportunis, apatis serta pragmatis. Akan tetapi karena tulisan
ini hanya menjadi refleksi saya sebagai mahasiswa maka idealis lebih banyak
saya garis bawahi, karena hal ini erat kaitannya dengan mahasiswa.
Memang tidak mudah untuk memberikan uraian yang jelas terhadap tulisan
saya ini, mengingat judulnya berbentuk kalimat tanya. Apa itu idealisme ?
artinya, dengan memberikan tanda tanya (?) seperti ini, ada serangkaian
persoalan yang harus dijawab secara objektif sehingga tidak melahirkan
sensitivitas yang tidak mengenakkan perasaan. Misalkan seorang dosen
yang sangat marah sekali jika ada mahasiswanya terlambat sepuluh menit, maka
dosen tersebut barangkali berpaham idealis, atau idealisme akan tetapi dengan
sikap dosen seperti ini tetap saja dapat melahirkan perasaan tidak enak kepada
mahasiswa tersebut karena tidak melihat alasan logis yang menyebabkan mahasiswa
terlambat.
Dalam hal
ini, ada banyak mahasiswa yang tidak sadar dengan wataknya dalam kehidupan
sehari-hari, apakah ia termasuk orang yang idealis, oportunis, apatis atau pragmatis. Walau pun dalam kesempatan yang berbeda
ia akan terlibat dalam perdebatan sengit untuk ‘membenarkan’ watak
kesehariannya tersebut. Menjadi mahasiswa yang pragmatis, bagi saya bukanlah pilihan yang tepat bagi mahasiswa
zaman sekarang, karena tidak semua hal yang menyakut dengan kebutuhan kita
sebagai mahsiswa bisa di’siasati’ hanya dengan menaruh harapan yang besar pada
kurikulum yang diberlakukan oleh kampus, percayalah ini hanyalah harapan semu. Sebagai Mahasiswa,
adakalanya kita harus berkorban untuk mengembalikan kebenaran pada posisinya
yang telah banyak disalah gunakan, dan itu tidak banyak terdapat dalam kampus. Bukan
kita mendapat sebutan Agent of change ?
Selanjutnya secara makna kata,
apatis adalah istilah psikologis
untuk keadaan ketidakpedulian, di mana seorang individu tidak menanggapi
rangsangan kehidupan emosional, sosial atau fisik. Sedangkan opurtunis adalah sikap
tidak ingin berpihak kemana pun, kecuali untuk hal yang menguntungkan bagi
dirinya. Biasanya orang oportunis lebih mementingkan diri sendiri sehingga
terlihat egois dan tidak suka bekerjasama dengan orang lain. Dapat kita
bayangkan jika mahasiswa memiliki karakter seperti ini !?, Mahasiswa tidak bisa
berdiam diri terhadap persoalan yang ada disekitarnya yang menyangkut dengan
kepentingan orang banyak, dan kembali lagi bahwa mahasiswa itu adalah pelopor
perubahan atau agent of change.
Mahasiswa telah disepakati atau
juga dianggap sebagai kaum idealis karena dengan idealisnya tersebut, mahasiswa
telah banyak memberikan dampak positif dalam mendongkrak kemajuan bangsa. Tetapi satu catatan tebal disini
mahasiswa dengan idealisme yang dimaksud bukanlah mahasiswa yang mempunyai
idealisme ngawur dan menerobos nilai-nilai kehidupan yang ada. Tidak dibenarkan
sekali untuk idealisme yang seperti ini, dengan menganggap yang benar menjadi
benar dan yang salah menjadi benar. Dengan seperti itu maka tidak akan ada lagi
kebenaran yang sesungguhnya karena kedua belah pihak menganggap dirinya paling
benar sendiri satu sama lainnya. Berangkat dari pemahaman bahwa Idealisme adalah suatu keyakinan
atas suatu hal yang dianggap benar oleh individu yang bersangkutan dengan
bersumber dari pengalaman, pendidikan,
kultur budaya dan kebiasaan, maka mahasiswa yang idealis adalah mahasiswa
yang mampu memerankan peran positif diwaktu dan tempat ia berada dengan
berpegang pada keyakinan yang dimilikinya.
Berdasarkan pada uraian tentang
idealisme di atas, akhirnya muncul pertanyaan dalam benak kita bahwa ‘mungkinkah
seorang Mahasiswa dengan idealisme yang begitu keras dapat bertahan ?, Apakah
dalam memperjuangkan kebenaran tidak membutuhkan ‘ongkos’ ?’. Mungkin dari kaum
Mahasiswa Idealis mempunyai jawaban atau tidak argumentasi yang relevan untuk
dijadikan jawaban bahwa menjadi idealis merupakan pilihan mutlak bagi
mahasiswa. Akan tetapi bagi saya (mahasiswa juga) dengan bersikap idealis
secara berlebihan merupakan sesuatu yang mustahil, dan akan terlihat konyol
ketika kita beranggapan bahwa dengan berpegang pada kebenaran yang kita miliki
yang disertai dengan perjuangan maka kita akan merubah keadaan secara
keseluruhan. Yang semestinya adalah sikap realistis terhadap keadaan yang
dihadapi seraya melakukan perubahan berkelanjutan, tapi tidak berarti bahwa
menjadi opurtunis, apatis dan pragmatis menjadi pilihan yang wajar. Kembali
lagi, saya katakan bahwa keberadaan sebuah sistem yang telah diciptakan oleh
alam pikir manusia telah menjadi tembok besar yang menghadang dan susah untuk
diruntuhkan, oleh karena itu diperlukan sebuah sikap realistis untuk
menjinakkan kembali sistem yang telah diciptakan oleh manusia sehingga tidak
liar dalam menentukan tingkah laku manusia.
Penulis adalah Mahasiswa FISIP
smester VI, Universitas Warmadewa-Denpasar.
seorang idealis yang merubah fikirannya menjadi realistis pasti bukan seorang idealis melainkan oportunis :D
BalasHapus